6 Objek Wisata di Karanganyar yang Wajib Kalian Kunjungi
1. Puri Taman Saraswati
Puri Taman Saraswati berada di kompleks Candi Cetho. Ada tiga bangunan utama di dalam Puri Taman Saraswati yaitu Patung Dewi Saraswati, pura peribadatan, dan sumber mata air yang dikeramatkan bernama Sendang Pundi Sari. Suasana di sekitar lokasi Puri Taman Saraswati sangat hening, tenang, dan sejuk. Kita hanya akan mendengar tetesan air dari kolam Puri Saraswati yang airnya sangat jernih, suara ranting pohon yang terhembus angin, dan suara burung-burung. Benar-benar susana yang membuat hati sangat damai. Pengunjung harus melepas alas kaki ketika berada di Puri Taman Saraswati.
Dewi Saraswati digambarkan bertangan 4 (empat), yang artinya meski ia seorang putri (wanita), namun dengan pengetahuannya yang berbudi luhur mampu mengemban 4 ilmu yang digambarkan dalam 4 alat yang dipegangnya, yaitu: Wina, Aksamala, Damaru dan Pustaka. Wina adalah simbol kekuatan yang indah, menarik, lemah lembut dan mulia, yang merupakan sifat dari ilmu pengetahuan, Damaru adalah simbol seni dan budaya yang agung, Aksamala adalah simbol dari kekekalan dan tak terbatasnya ilmu pengetahuan, sedang Pustaka sendiri adalah simbol ilmu pengetahuan.
Di sebelah area Puri Saraswati terdapat sebuah sendang yang dinamakan Sendang Pundi Sari. Sendang ini digunakan sebagai tempat menyucikan diri sebelum sembahyang. Perayaan untuk memperingati keagungan Dewi Saraswati dilaksanakan setiap 210 hari atau 6 bulan sekali di Puri Taman Saraswati ini, kerap digelar seni pertunjukan tradisional Jawa dan Bali
2. Candi Cetho
Candi Cetho berada di Dusun Cetho, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karangannyar. Candi Cetho yang berada di lereng Gunung Lawu ini menawarkan kesejukan sebuah pegunungan dengan pemandangan yang sangat indah karena dikelilingi oleh perkebunan teh dan pepohonan yang rindang. Candi Cetho masih digunakan sebagai tempat peribadatan oleh karena itu, saat berkunjung disana kita harus menjaga sikap dan perilaku kita.
Di sini kita belajar tentang toleransi antar umat beragama. Sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Diteras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam.
Pada aras ke delapan terdapat arca phallus ( disebut “kuntobimo”) disisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud Mahadewa. Pemujaan terhadap arca ini melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi. Dan yang terakhir adalah aras ke sembilan merupakan aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa.
3. Candi Sukuh
Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Kabupaten Karangannyar. Candi sukuh diteliti oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Candi Sukuh berlatar belakang agama Hindu dan diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-15 M. Berbeda dengan umumnya candi Hindu di Jawa Tengah, arsitektur Candi Sukuh dinilai menyimpang dari ketentuan dalam kitab pedoman pembuatan bangunan suci Hindu, Wastu widya.
Menurut ketentuan, sebuah candi harus berdenah dasar bujur sangkar dengan tempat yang paling suci berada di tengah. Adanya penyimpangan tersebut diduga karena Candi sukuh dibangun pada masa memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa. Memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa rupanya menghidupkan kembali unsur-unsur budaya dari zaman Megalithikum. Pengaruh itu terlihat dari bentuk Bangunan Candi Sukuh yang merupakan teras Berundak dan letak tempat yang paling suci berada di bagian paling tinggi dan paling belakang. Sepintas candi ini terlihat seperti bangunan pemujaan Suku Maya di Mexico.
4. Situs Planggatan
Situs Planggatan terletak di Desa Tambak, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karangannyar. Planggatan dibangun oleh Prabu Brawijaya V. Candi Planggatan dibangun pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut, di bagian tengah candi berupa gundukan tanah setinggi satu meter. Relief yang dipahatkan pada sebuah batu sebagai bagian dari sebuah candi biasanya berfungsi sebagai penghias candi atau dapat pula memuat cerita yang sesuai dengan sifat keagamaan candi tersebut.
Dari sejumlah relief yang tersisa, ada satu relief yang cukup menarik dan menjadi petunjuk kuat mengenai pertanggalan candi tersebut. Relief ini disebut "Gajah Wiku". Relief ini merupakan sebuah sangkalan memet yang jika dibaca berbunyi "Gajah wiku mangan wulan" yang jika diartikan menjadi sebuah angka tahun 1378 caka atau sama dengan 1456 Masehi.
5. Rumah Hobit di Lembah Semilir
Lembah Semilir berada di Desa Milir, Kemuning, Kabupaten Karangannyar. Jika kita datang ke tempat ini pada pagi hari, tempat ini masih terselimuti oleh kabut tebal dengan udara yang sangat sejuk khas daerah pegunungan. Rumah hobbit dibuat dari bambu yang didesain sedemikian rupa sehingga terlihat unik.
Dari tampak depan terlihat 1 pintu dan 2 jendela yang berbentuk oval dan bulat. Selain rumah hobbit yang menjadi daya tarik utama di Lembah Semilir, anda juga bisa mendapati rumah pohon. Dari rumah pohon tersebut anda bisa menikmati pemandangan disekitar lembah semilir yang merupakan perbukitan hijau yang merupakan areal kebun teh. Keindahan seperti ini harusnya menyadarkan kita untuk lebih menghargai dan melindungi alam melalui pengelolaan yang tepat.
6. Candi Kethek
Candi Kethek berada di area tepi hutan pinus dekat dengan kawasan Candi Cetho Karanganyar. Suasana di sekitar candi ini sangat sunyi hanya suara sumilir angin yang bisa kita dengar, tetapi udaranya sangat sejuk. Pengunjung tidak diizinkan untuk pergi kepuncak dengan menaiki tangga. Untuk mencapai teras paling atas harus melewati bagian samping kanan-kiri dari bangunan candi.
Nama candi kabarnya diberikan oleh masyarakat setempat karena di sekitar candi dulu sering dijumpai kawanan kera. Dataran cukup luas di pelataran pertama Candi Kethek yang memperlihatkan trap-trap pada teras-teras di atasnya, serta undakan-undakan batu di bagian tengah yang menghubungkan semua teras itu. Pada 2005 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah bekerjasama dengan UGM telah mengadakan penggalian arkeologi di Candi Kethek ini, di antaranya menemukan arca kura-kura di undakan dasar itu, serta di teras kedua dan ketiga menemukan masing-masing dua sruktur bangunan di sisi Utara dan Selatan.
Adanya arca kura-kura dari cerita Samudramanthana itu memberi petunjuk bahwa Candi Kethek merupakan tempat peruwatan untuk membebaskan seseorang dari kesalahan atau dosa. Kisah Samudramanthana adalah pengadukan lautan untuk mencari Tirta Amrta oleh para dewa dan raksasa dengan menggunakan Gunung Mandara (Mandaragiri) sebagai pengaduknya, ditopang oleh kura-kura jelmaan Dewa Wisnu.
